Bogor (WWB) - Luar biasa politik di Indonesia. Nafsu mengesahkan revisi KUHP begitu kental. Ini memecah pendukung Jokowi. Juga revisi UU KPK. Pro-kontra tercipta. Lalu bidak catur apa yang Jokowi mainkan? Benar, langkah politiknya memunyai fatsun. Punya aturan. Punya pakem. Itu untuk hal-hal yang prinsip. Misalnya tentang hubungannya dengan parpol di koalisi.
Yang jelas. Dia tidak mau diatur-atur, meskipun mendengarkan parpol tentu. Karena tanpa dukungan parpol langkah pembangunan Jokowi bakal tersendat. Dalam batas tertentu, semua keputusan ada di tangannya. Presiden RI. Yang menguatkan salah duanya: Relawan dan relawan netizen (bukan hanya buzzer resmi Jokowi). Ini benar.
*Dari Internal Jokowi*
Posisi politik yang belum jelas membutuhkan petunjuk. Orang, menteri, pejabat, politikus sedang wait and see. Bahkan oposisi pun menimbang – dan menantang. Tawar-menawar posisi. Orang awam banyak bingung – termasuk relawan yang tulus.
Jokowi melihatnya berbeda. Kisruh Papua, pembakar hutan, revisi UU KPK, revisi KUHP, dan goro-goro lain dirancang oleh pihak tertentu tampil ke permukaan. Dasarnya adalah untuk kepentingan masing-masing. Bukan kepentingan negara. Dan, lagi-lagi dia paham.
Banyak yang keluar dari semak politik. JK tampil. Ma’ruf Amin muncul. Dia berbeda pendapat dengan Jokowi. Malah dia mengritik soal impor dan ekspor pangan. Secara ngawur Amin menampilkan data soal nilai ekspor Indonesia dibanding impor. Tujuan Amin apa? Ngerek nama MUI. Another bargaining position.
Menteri saling-silang. BUMN. Lembaga. Mengatur posisi. Antara tetap menjadi menteri. Atau tersingkir. Yang pasti tersingkir pasti, bersikap lucu. Kalau bisa, membangkang. Misalnya, Jokowi melarang perubahan pejabat di kementerian dan lembaga. Nekat mengganti pejabat ini-itu. Jokowi diam. Cukup mencatat. Hanya soal waktu. Out.
*Oposisi Menari*
Politikus oposan menggeliat, sehabis keok Pilpres 2019. Kebakaran hutan – yang secara sengaja dibakar oleh oposan Jokowi – didemo oleh Kadal Gurun. Satu per satu muncul. Fadli Zon soal kebakaran hutan. Dahnil Simandjuntak, dan lainnya. Yang dikomentari termasuk tentu Revisi UU KPK. Semua salah Jokowi. Tentu.
Di berbagai kota, muncul lagi emak-emak jumud bin bahlul demo. Di Bogor, anak-anak SMP dengan simbol khilafah berkeliaran di jalanan: mengecam Jokowi. Soal KPK, soal kebakaran hutan. Mereka mengedarkan sumbangan. Seolah terjadi tragedi kemanusiaan.
Otak mereka disusupi kebencian ala Onta Bahlul, Kadal Gurun, Taliban. Bahkan demo di lokasi kebakaran dengan bendera khilafah – bukan memadamkan api. Soal sholat minta hujan pun Jokowi disalahkan. Ini memang khas dari para eks Kampret yang kini bergelar mentereng: Kadal Gurun, Taliban.
*Diam bagai Burung Nazar*
Yang diam pun ada. SBY. Dia sedang memetik yang dia tanam. Belasungkawa atas meninggalnya Kristiani. Dia mengakhiri politik SBY. Demokrat tentu. Dan, AHY. Sesuai dengan hukum alam.
Kisruh politik. Intoleransi. Radikalisme. Indonesia tengah memetik buah minimal 10 tahun pembiaran ormas radikal oleh SBY. Kaum radikal yang dikiranya akan bermanfaat untuk AHY.
Celakanya, yang memetik Anies Baswedan-Sandi. SBY dengan ambisi Ani-nya untuk AHY gagal total. Tikungan tajam politik yang diambil oleh JK merontokkan AHY. Selain itu, radikalisme menguatkan PKS dan Gerindra – menggerus kekuatan Demokrat di DPR.
Dia mengamati kekisruhan. Pintar. Licik. Teori politik text-book dia praktikkan. Mengerikan. Tak mengherankan logistiknya sampai 2024 dia jauh lebih kuat dari Jokowi 10 tahun. Cerdas dia soal ini. Hingga kini para birokrat masih dari masa SBY. Jika mengambil langkah. Oportunis.
*Ular Keluar dari Semak*
Semak dipukul, bukan oleh Jokowi, mengeluarkan ular tentu. Kisruh di berbagai bidang membuat semua tampak makin benderang. Semua orang. Menteri. Politikus. Skondan. Pembisik. Penasihat. Pembantu. Tenaga ahli. Staf ahli. Pimpinan lembaga.
Dari reaksi mereka atas kisruh itu, Jokowi menyaring. Menimbang. Memastikan. Menguatkan. Bahkan mengganti dan menyingkirkan. Bahkan, berdasarkan gebukan semak yang Jokowi tak lakukan. Para begundal sendiri yang memukul semak. Dan, mereka sendiri yang keluar. Jokowi tinggal pukul kepala ular. Tok. Tok. Satu. Satu. (Penulis: Ninoy N Karundeng).
Sumber : Sate Jawa
Foto : Istimewa
Terimakasih Sudah Membaca & Membagikan Warta WA Bogor - Bogor WhatsApp News